Kamis, 29 September 2011

pradigma naratife


PARADIGMA NARATIF
BERDASARKAN PENELITIAN WALTER FISHER
BAB 20
            PENELITIAN WALTER FISHER
            Fisher menyatakan bahwa esensi dari sifat dasar manusia adalah menceritakan kisah. Sehingga paradigma naratif mengemukakan keyakinan bahwa manusia adalah seorang pencerita dan bahwa pertimbangan akan nilai, emosi, dan estetika menjadi dasar keyakinan dan perilaku kita.
            Fisher menyatakan bahwa  paradigma ini merujuk pada usaha untuk memformalisasi dan mengarahkan pemahaman kita mengenai pengalaman dari semua komunikasi manusia. Yang ia bandingkan dengan pendekatan lain dengan apa yang ia sebut sebagai paradigma rasional yang mengarakterisasi pemikiran Barat sebelumnya. Dengan cara ini, Fisher mempresentasikan apa yang dapat disebut sebagai pergeseran paradigma, perubahan signifikan dalam cara kebanyakan orang melihat dunia dan maknanya.
            Tetapi Fisher menyatakan bahwa perubahan ini tidak menjangkau dengan luas karena baik filsafat dan ilmu pengetahuan menghargai sebuah sistem logika formal yang terus menempatkan puisi atau retorika pada sebuah posisi yang rendah. Paradigma dunia rasional, sistem logika  (cara yang paling utama) yang digunakan oleh banyak peneliti dan profesional.
            ASUMSI PARADIGMA NARATIF
Asumsi paradigma naratif yang dinyatakan oleh Fisher bertolak belakang dengan paradigma dunia rasional. Hal ini menimbulkan perbedaan antara paradigma naratif dengan paradigma dunia rasional.
PARADIGMA NARATIF
PARADIGMA DUNIA RASIONAL
1.    Manusia adalah makhluk  pencerita.
1. Manusia adalah makhluk rasional.
2.    Pengambilan keputusan dan komunikasi didasarkan pada “pertimbangan yang sehat”.
2. Pengambilan keputusan didasarkan pada argumen.
3.    Pertimbangan yang sehat ditentukan oleh sejarah, biografi, budaya, dan karakter.
3. Argumen mengikuti kriteria khusus untuk mencapai pertimbangan yang sehat, logika.
4.    Rasionalitas didasarkan pada kesadaran orang tentang bagaimana sebuah cerita konsisten secara internal dan benar sebagaimana pengalaman hidup yang dijalani.
4. Rasionalitas didasarkan pada kualitas pengetahuan dan proses pemikiran formal.
5.    Dunia dialami oleh orang sebagai sebuah kumpulan cerita yang harus dipilih salah satunya. Ketika kita memilih, kita menjalani hidup dalam sebuah proses penciptaan ulang yang terus-menerus.
5. Dunia dapat direduksi menjadi sebuah rangkaian hubungan logis yang disingkap melalui pemikiran logis.
   
            KONSEP KUNCI DALAM PENDEKATAN NARATIF
(1)   Narasi
Sebuah deskripsi yang oleh pendengar diberi makna. Narasi sering kali dianggap sebagai sekadar sebuah cerita, tetapi bagi Fisher narasi lebih dari sekadar cerita yang memiliki plot dengan awal, pertengahan, dan akhir. Narasi mencakup deskriptif verbal atau nonverbal apa pun dengan urutan kejadian yang oleh para pendengar diberi makna.
(2)   Rasionalitas Naratif
Standar untuk menilai cerita mana yang dipercayai dan mana yang diabaikan. Karena kehidupan kita dialami dalam naratif, kita membutuhkan metode untuk menilai cerita mana yang kita percayai dan mana yang tidak kita perhatikan. Karena rasionalitas naratif berlawanan dengan logika tradisional, maka beroperasi berdasarkan dua prinsip yang berbeda:
      i.     Koherensi
Prinsip rasionalitas naratif yang menilai konsistensi internal dari sebuah cerita. Prinsip koherensi merupakan standar yang penting dalam menilai rasionalitas naratif, yang pada akhirnya akan menentukan apakah seseorang menerima naratif tertentu atau menolaknya. Koherensi sering kali diukur oleh elemen-elemen organisasional dan struktural dari sebuah naratif. Sehingga koherensi didasarkan pada tiga tipe konsistensi yang spesifik:
(a) Koherensi Struktural, suatu jenis koherensi yang merujuk pada aliran cerita. Ketika cerita membingungkan, ketika satu bagian tidak tersambung dengan bagian berikutnya, atau ketika alurnya tidak jelas, maka cerita itu kekurangan koherensi struktural.
(b) Koherensi Material, jenis koherensi yang merujuk pada kongruensi antara satu cerita dan cerita lainnya yang berkaitan. Jika semua cerita kecuali satu menyatakan masalah bahwa seorang teman telah memberikan informasi yang keliru sehingga menimbulkan situasi yang memalukan bagi yang seorang lagi, Anda cenderung tidak akan memercayai satu cerita yang berbeda sendiri tersebut. Anda akan percaya bahwa cerita yang berbeda ini kekurangan koherensi material.
(c) Koherensi Karakterologis, jenis koherensi yang merujuk pada dapat dipercayanya karakter-karakter di dalam cerita.
    ii.     Kebenaran
Prinsip rasionalitas naratif yang menilai kredibilitas dari sebuah cerita. Fisher menyatakan bahwa ketika elemen-elemen sebuah cerita “merepresentasikan pernyataan-pernyataan akurat mengenai realitas sosial”, elemen tersebut memiliki kebenaran.
Logika dari good reason berhubungan dengan ide Fisher akan ketepatan adalah metode utama yang ia kemukakan untuk menilai ketepatan naratif: logika pertimbangan yang sehat. Karena itu, logika bagi paradigma naratif membuat seseorang mampu menilai harga atau nilai dari cerita. Logika dari pertimbangan yang sehat, seperangkat nilai untuk menerima suatu cerita sebagai benar dan berharga untuk diterima; memberikan suatu metode untuk menilai kebenaran.
Berikut lima pertanyaan yang pertama yang ditanyakan pendengar mengenai suatu naratif:
a.    Apakah pertanyaan-pertanyaan diklaim faktual di dalam sebuah naratif benar-benar faktual?
b.    Apakah ada fakta-fakta relevan yang telah dihapuskan dari naratif atau didistorsi dalam penyampaiannya?
c.    Pola-pola pertimbangan apa yang ada di dalam naratif?
d.   Seberapa relevan argumen-argumen di dalam cerita dengan keputusan apa pun yang mungkin akan dibuat oleh pendengar?
e.    Seberapa baik naratif ini menjawab isu-isu penting dan signifikan dari kasus ini?
Pertanyaan-pertanyaan ini membentuk logika alasan. Untuk mengubah ini menjadi logika good reason, terdapat lima pertanyaan lagi yang memperkenalkan konsep nilai ke dalam proses penilaian pengetahuan praktis, yaitu:
a.    Nilai implisit dan eksplisit apakah yang terkandung di dalam naratif?
b.    Apakah nilai-nilai ini sesuai dengan keputusan yang relevan dengan naratif itu?
c.    Apakah dampak dari mengikuti nilai-nilai yang tertanam di dalam naratif tersebut?
d.   Apakah nilai-nilai tersebut dapat dikonfirmasi atau divalidasi dalam pengalaman yang dijalani?
e.    Apakah nilai-nilai dari naratif merupakan dasar bagi perilaku manusia yang ideal?
Seperti yang diprediksikan oleh paradigma naratif, logika bagi paradigma naratif membuat seseorang mampu menilai harga atau nilai dari cerita. Cerita yang dikisahkan dengan baik- terdiri atas rasionalitas naratif (memenuhi kriteria koherensi dan kebenaran)- akan lebih menggugah bagi pembaca dibandingkan dengan kesaksian dari para ahli yang menyangkal akurasi faktual di dalam naratif itu.

Sabtu, 24 September 2011

teori delatika


                DEFINISI TEORI DIALEKTIKA RELASIONAL
                Teori Dialektika Relasional (Relational Dialectics Theory-RDT) menyatakan bahwa hidup berhubungan dicirikan oleh ketegangan-ketegangan yang berkelanjutan antara impuls-impuls yang kontradiktif. Karya Baxter dan Montgomery dipengaruhi secara langsung oleh Mikhail Bakhtin, seorang filsuf Rusia yang mengembangkan teori dialog personal. Berangkat dari pemikiran Bakhtin, Baxter dan Montgomery juga membentuk pemikiran visi dialektis.
                Kita dapat menjelaskan visi dari perilaku manusia ini dengan membandingkannya dnegan dua pendekatan: pendekatan monologis, pendekatan yang membingkai kontradiksi sebagai hanya/atau, dan pendekatan dualistik, pendekatan yang membingkai kontradiksi sebagai dua bagian yang terpisah.
                Selain itu, pendekatan dualisme memungkinkan ide bahwa hubungan dapat dievaluasi secara berbeda, para pemikir juga menggunakan pendekatan dialektik, pendekatan yang membingkai kontradiksi sebagai baik/maupun.
                Dengan kata lain, teori dialektika relasional, menggambarkan hidup hubungan sebagai kemajuan dari pergerakan yang konstan. Orang-orang yang terlibat di dalam hubungan terus merasakan dorongan dan tarikan dari keinginan-keinginan yang bertolak belakang di dalam seluruh bagain hidup berhubungan.
ASUMSI DALAM TEORI DIALEKTIKA RELASIONAL
(1)    Hubungan tidak bersifat linear.
Asumsi ini merupakan asumsi paling penting, bahwa hubungan yang tidak terdiri atas bagian-bagian yang bersifat linear atau kemajuan ke arah depan. Sebaliknya, hubungan terdiri atas fluktuasi yang terjadi antara keinginan-keinginan yang kontradiktif. Hubungan yang bergerak maju digambarkan memiliki beberapa elemen tertentu, misalnya keintiman, pembukaan diri, kepastian, dan seterusnya. Dan kerangka pemikiran hanya/atau membingkai hubungan sebagai hanya intim, terbuka, pasti atau tidak.
(2)    Hidup berhubungan ditandai dengan adanya perubahan.
Baxter dan Montgomery mengamati bahwa “proses atau perubahan suatu hubungan ... merujuk pada pergerakan kuantitatif dan kualitatif sejalan dengan waktu dan kontraksi-kontraksi yang terjadi, di seputar mana suatu hubungan dikelola”
(3)    Kontradiksi merupakan fakta fundamental dalam hidup berhubungan.
Orang mengelola kontradiksi atau ketegangan dan oposisi ini dengan cara yang berbeda-beda, tetapi kedua hal ini selalu ada dalam hidup berhubungan. Tarikan dan dorongan yang direpresentasikan oleh dialektika mengonstruksi hidup berhubungan.
(4)    Komunikasi sangat penting dalam mengelola dan menegosiasikan kontradiksi-kontradiksi dalam hubungan.
Secara khusus, teori ini memberikan posisi yang paling utama pada komunikasi. Sebagaimana diamati oleh Baxter dan Montgomery (1996), “dari perspektif dialektika relasi, aktor-aktor sosial memberikan kehidupan melalui praktik-praktik komunikasi mereka kepada kontradiksi-kontradiksi yang mengelola hubungan mereka. Realita sosial dari kontradiksi diproduksi dan direproduksi oleh tindakan komunikasi para aktor sosial”.
ELEMEN DIALEKTIKA: MEMBANGUN KETEGANGAN
Elemen-elemen ini sangat mendasar dalam perspektif dialektis: totalitas; mengakui adanya saling ketergantungan antara orang-orang di dalam sebuah hubungan, kontradiksi; ciri utama dari pendekatan dialektika; merujuk pada oposisi-oposisi, pergerakan; merujuk pada sifat berproses dalam suatu hubungan, dan praksis; merujuk pada kapasitas manusia untuk memilih.
DIALKETIKA RELASI DASAR
Banyak dialektika spesifik berbeda yang telah didiskusikan berkaitan dengan hidup berhubungan.  Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, tiga yang paling relevan dengan hubungan adalah:
a)      Otonomi dan keterikatan, sebuah ketegangan hubungan yang penting yang menunjukkan keinginan-keinginan kita yang saling berkonflik untuk menjadi dekat maupun menjadi jauh.
b)      Keterbukaan dan perlindungan, ketegangan dalam berhubungan yang penting menunjukkan keinginan-keinginan kita yang saling berkonflik untuk mengatakan rahasia kita dan untuk menyimpannya.
c)       Hal yang baru dan hal yang dapat diprediksi, ketegangan dalam berhubungan yang penting yang menunjukkan keinginan-keinginan kita yang saling berkonflik untuk memiliki stabilitas dan perubahan.
                Apa yang baru saja dibahas adalah dialektika interaksional, ketegangan-ketegangan yang muncul dari dan dibangun oleh komunikasi. Para peneliti juga telah membahas dialektika lain yang memengaruhi hidup berhubungan, yaitu: dialektika kontekstual; ketegangan yang muncul dari tempat suatu hubungan dalam budaya, dialektika publik dan privat; dialektika kontekstual yang muncul dari hubungan privat dan kehidupan publik, dan dialektika yang nyata dan yang ideal; dialektika kontekstual yang muncul dari perbedaan antara hubungan yang dianggap ideal dengan hubungan yang dijalani.
                MELAMPAUI DIALEKTIKA DASAR
                Ketegangan dialektika dasar yang telah kita bahwa mengkarakterisasi banyak hubungan interpersonal, tetapi badan peneliti yang berkembang mulai menemukan ketegangan tambahan dan pertanyaan apakah otonomi-keterikatan, keterbukaan-perlindungan, hal yang baru-hal yang dapat diprediksi menyusupi semua hubungan dalam semua konteks. (Braithwaite&Baxter, 1995)
                RESPONS TERHADAP DIALEKTIKA
                Baxter (1988) mengidentifikasi empat strategi spesifik untuk tujuan ini: pergantian siklus; respons untuk menghadapi ketegangan dialektis; merujuk pada perubahan sejalan dengan waktu, segmentasi; respons untuk menghadapi ketegangan dialektis; merujuk pada perubahan akibat konteks, seleksi; respons untuk menghadapi ketegangan dialektis; merujuk pada pemberian prioritas pada oposisi-oposisi yang ada, dan integrasi; respons untuk menghadapi ketegangan dialektis; merujuk pada membuat sintesis oposisi; terdiri atas tiga strategi:
a)      Menetralisasi, substrategi dari integrasi; merujuk pada kompromi terhadap dua oposisi.
b)      Membingkai ulang, substrategi dari integrasi; merujuk pada mentransformasi oposisi.
c)       Mendiskualifikasi, substrategi dari integrasi; merujuk pada pengecualian pada beberapa isu dari pola umum.

Jumat, 23 September 2011

teori kajian budaya


KAJIAN BUDAYA
BERDASARKAN PENELITIAN STUART HALL
BAB 21
            Stuart Hall adalah seorang teoritikus yang mempertanyakan peranan berbagai institusi elite seperti media. Hall berfokus pada peran media dan kemampuan mereka untuk membentuk  opini publik mengenai populasi yang termarginalkan (seperti orang-orang kulit berwarna, orang miskin, dan sebagainya) karena bagi Hall, kepribadian bersifat politis.
Media merepresentasikan ideologi dari kelas yang dominan di dalam masyarakat. Karena media dikontrol oleh kaum elite, informasi yang ditampilkan kepada publik juga pada akhirnya dipengaruhi dan ditargetkan dengan tujuan untuk mencapai keuntungan. Pengaruh media dan peranan kekuasaaan harus dipertimbangkan ketika menginterpretasikan suatu budaya.
Orientasi itu lah yang mendasari karya Hall dalam kajian budaya(cultural studies), perspektif teoritis yang berfokus bagaimana budaya dipengaruhi oleh budaya yang kuat dan dominan. Kajian budaya ini tidak merujuk pada doktrin tunggal mengenai perilaku manusia, oleh karena itu kajian budaya jauh melampaui media dan sering disebut sebagai “kajian khalayak”, kajian budaya yang berkaitan dengan sikap, pendekatan, dan kritik mengenai sebuah budaya.
WARISAN MARXIS: KEKUATAN BAGI MASYARAKAT
Kajian budaya adalah tradisi yang berakar pada tulisan-tulisan filsuf Jerman Karl Marx. Kajian budaya yang menekankan bahwa media menjaga agar orang-orang yang berkuasa tetap memiliki kekuasaan semantara yang kurang berkuasa menerima mentah-mentah apa yang diberikan kepada mereka. Dasar teori ini lah yang dibentuk dari prinsip-prinsip Marxis.
Filsuf Karl Marx dihargai sebagai orang yang mampu mengidentifikasikan bagaimana mereka yang memiliki kekuasaan (kaum elite) mengeksploitasi yang lemah (kelas pekerja). Marx percaya bahwa keadaan lemah dapat menuntun pada terjadinya alienasi, persepsi bahwa seseorang (kondisi psikologis) memiliki sedikit kontrol terhadap masa depannya. Dan bagi Marx, alienasi akan paling merusak jika berada di bawah kapitalisme.
Kapitalisme menghasilkan masyarakat yang dipicu oleh keuntungan, dan pekerja di dalam masyarakat yang kapitalistik dinilai berdasarkan potensi kerja keras mereka. Marx percaya bahwa sistem kelas harus digali oleh kelas pekerja kolektif, atau kaum proletariat. Karena Marx merasa bahwa para pekerja sering kali dihadapkan pada kondisi kerja dan hidup yang buruk, sehingga kekuasaan kaum elite tidak berkurang.
Hal ini yang disebut para pemikir Marxis sebagai teoretikus Mazhab Frankfurt, sekelompok ilmuwan yang percaya bahwa media lebih tertarik untuk menghasilkan uang dibandingkan menyampaikan berita karena adanya kepemilikan media oleh kaum elite.
ASUMSI KAJIAN BUDAYA
(1)   Budaya tersebar dalam dan menginvasi semua sisi perilaku manusia.
Asumsi ini berkaitan dengan pemikiran mengenai budaya sebagai sebuah konsep. Dalam kajian budaya, kita membutuhkan interpretasi yang berbeda dari kata budaya, dengan berbagai norma, ide, dan nilai dan bentuk-bentuk pemahaman di dalam sebuah masyarakat yang membantu orang untuk menginterpretasikan realita mereka adalah bagian dari ideologi, kerangka berpikir yang digunakan untuk memaknai keberadaan kita, sebuah budaya.
(2)   Orang merupakan bagian dari struktur kekuasaan yang bersifat hierarkis.
Kekuasaan bekerja di dalam semua level kemanusiaan dan secara berkesinambungan membatasi keunikan identitas, meskipun kekuasaan tersebut tidak didasarkan pada peran. Dalam kaitannya dengan tradisi Marxis, kekuasaan adalah sesuatu yang diinginkan oleh kelompok subordinat tetapi tidak dapat dicapai.
HEGEMONI: PENGARUH TERHADAP MASSA
Secara umum hegemoni, dapat didefinisikan sebagai dominasi oleh sebuah kelompok terhadap yang lainnya. Konsep hegemoni merupakan fitur penting dalam kajian budaya dan banyak bagian dari teori ini yang terletak pada pemahaman hegemoni sendiri.
Gramsci, para teoretikus kajian budaya menyebutnya sebagai “leluhur Marxis yang kedua”, karena ia secara terbuka menanyakan mengapa massa tidak pernah memberontak terhadap kelas yang diuntungkan. Pemikiran Gramsci mengenai hegemoni didasarkan pada ide Marx mengenai kesadaran palsu, keyakinan Gramsci bahwa orang tidak menyadari akan adanya dominasi di dalam kehidupan mereka.
Gramsci, berpendapat bahwa khalayak dapat dieksploitasi oleh sistem sosial yang juga mereka dukung mulai dari budaya populer hingga agama. Penerapan pemikiran Gramsci mengenai hegemoni, dimana persetujuan merupakan komponen utama dari hegemoni, juga cukup sesuai untuk diaplikasikan pada masyarakat di masa kini.
HEGEMONI TANDINGAN: MASSA MULAI MEMENGARUHI KEKUATAN DOMINAN
Seperti yang telah kita pelajari sebelumnya, hegemoni merupakan salah satu dari konsep di dalam kajian budaya. Namun terkadang, khalayak juga akan menggunakan sumber daya dan strategi yang sama seperti yang digunakan kelompok dominan atau sering disebut Hall sebagai hegemoni tandingan.
Hegemoni tandingan menjadi bagian yang penting dalam pemikiran kajian budaya karena hal ini menunjukkan bahwa khalayak tidak selamanya diam dan menurut. Pesan-pesan hegemoni tandingan, ironisnya, muncul di dalam program-program televisi. Sebagai contoh the Simpsons, komedi di televisi Amerika yang paling lama diputar dan berisi berisi pesan-pesan hegemoni tandingan berbau satire.
PENDEKODEAN OLEH KHALAYAK
Pendekodean, menerima dan membanding-bandingkan pesan. Tidak ada pesan hegemoni ataupun hegemoni tandingan yang dapat ada tanpa kemampuan khalayak untuk menerima pesan dan membandingkannya dengan makna yang telah tersimpan di dalam benak mereka.
Perlu diingat bahwa publik menerima informasi dalam jumlah besar dari kaum elite dan bahwa orang secara tidak sadar menaati pesan yang disampaikan oleh ideologi dominan. Sehingga para teoretikus berpendapat bahwa publik harus dilihat sebagai bagian dari konteks budaya yang lebih besar, sebuah konteks di mana mereka yang berjuang untuk menyuarakan diri mereka sedang ditindas.
Hall menjelaskan lebih lanjut bagaimana proses pendekodean berlangsung di dalam media melalui tiga sudut pandang atau posisi:
(a)    Dominan hegemonis, beroperasi di dalam kode yang memungkinkan orang untuk memiliki kontrol terhadap orang lainnya. Kode profesional untuk seorang penyiar televisi, misalnya, akan selalu bekerja di dalam hegemoni kode yang lebih dominan. Hall menyatakan bahwa kode profesional mereproduksi interpretasi hegemonis mengenai realitas.
(b)   Ternegosiasi, menerima ideologi dominan, tetapi mengizinkan adanya perkecualian budaya. Hall berpendapat bahwa anggota khalayak selalu memiliki hak untuk menerapkan kondisi lokal kepada peristiwa skala besar. Hal ini sering kali terjadi ketika media melaporkan mengenai hukum yang diberlakukan secara nasional dan diinterpreatasikan dalam konteks negara bagian atau komunitas.
(c)    Oposisional, mensubstitusi pesan-pesan alternatif yang ditampilkan oleh media. Konsumen yang kritis akan menolak makna sebuah pesan yang dipilih dan ditentukan oleh media dan menggantikannya dengan pemikiran mereka sendiri mengenai subjek tertentu.
Hall menerima fakta bahwa media membingkai pesan-pesan dengan maksud tersembunyi untuk memengaruhi. Para teoretikus dalam kajian budaya tidak menyatakan bahwa orang sangat mudah untuk dipengaruhi, melainkan mereka sering kali secara tidak sadar menjadi bagian dari agenda orang lain.